Minggu, 04 Oktober 2015

ADVOKASI SURVIVOR KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK

Gerakan Peduli Perempuan GPP siaran di RRI Jember pd hari Rabu 30 Sept 2015 jam 8.00-9.00 wib. Topik: advokasi untuk survivor kekerasan seksual terhadap anak: modus kekerasan seksual thd anak, pendampingan sosial, pendampingan hukum/ perisai hukum. Upaya pencegahan. Dari GPP hadir Sulis, Ema, Mimin dan dipandu oleh penyiar RRI Jember Bapak Kirin dan mbak Dhea. Perbincangan mengalir tentang modus-modus kekerasan seksual terhadap anak yg ditemukan, antara lain: 1. kekerasan seksual terjadi di dalam rumah tangga oleh ayah tiri, paman, tetangga, dengan membujuk, mengancam. 2. kekerasan seksual dilakukan di tempat pendidikan/ pondok pesantren yg dilakukan oleh guru, guru ngaji, pengasuh pondok pesantren, dengan menggunakan kekuasaan thd anak, disertai bujukan, ancaman, sumpah, penggunaan ayat2 agama utk memperdayai korban 3. kekerasan dilakukan oleh teman, kenalan, sesama anak2, dengan modus memberi minuman yg dicampur dg pil/ minuman keras sehingga korban tdk berdaya lalu memperkosanya 4. kekerasan berupa penjualan anak untuk dipekerjakan di prostitusi yg dilakukan oleh orangtua korban, teman korban, kenalan. Advokasi secara sosial: GPP melakukan pendampingan dengan mengutamakan kepentingan korban. Bagaimana korban dikuatkan agar menjadi orang/ anak yg bisa survive dan bangkit kembali setelah semua yg terjadi. Pemahaman tentang hak-hak perempuan. Kemudian survivor berhak memutuskan apa yg terbaik untuk dirinya. Apakah melanjutkan sekolah di sekolah formal, atau non formal. Bagaimana jika terjadi kehamilan, apakah dilahirkan atau digugurkan. Jika dilahirkan, bagaimana dengan pengasuhannya, siapa yg akan mengasuh anaknya, apakah diasuh org tua survivor ataukah diadopsikan ke keluarga yg dipilih. Bagaimana survivor menjalani hidup ke depan. Advokasi hukum: Ada KUHP, UU anti KDRT dan UU Perlindungan anak serta UU anti perdagangan manusia yg bisa digunakan untuk mengadvokasi survivor. Pada kasus yg terjadi kehamilan seringkali Polisi dan pelaku meminta untuk menikahi korban perkosaan terlebih jika terjadi kehamilan. Seolah2 pernikahan adalah solusi terbaik bagi korban. Sebenarnya hal tersebut bisa jadi hanya akal2an untuk meringankan hukuman pelaku pemerkosaan. Bagaimana perasaan korban, yg harus hidup bersama pemerkosanya, yg bisa menimbulkan trauma berkepanjangan. dan banyak kejadian pernikahan tdk berlangsung lama, karena hanya difungsikan utk meringankan hukuman pelaku dan menutup aib keluarga korban, bukan kepentingan bagi korban/survivor beserta anaknya. Dan sekarang sudah bisa mengajukan akte anak ibu tanpa menyertakan nama ayah untuk anaknya. Sehingga survivor bisa mempunyai pilihan2 untuk masa depannya yg baik. Pencegahan: Upaya pencegahan terjadinya kekerasan seksual terhadap anak dapat dilakukan dari rumah tangga. 1. Ibu mengajarkan kepada anak sedini mungkin tentang privasi/ kuasa terhadap tubuhnya. bahwa ada bagian2 tubuh tertentu yg orang lain tidak boleh menyentuhnya, hanya dirinya sendiri dan ibu saat membantu ke toilet. Mengajarkan bagaimana anak bersikap terhadap keluarga dan orang lain. 2. Orang tua memilih tempat pendidikan untuk anaknya. Pilih tempat pendidikan yg mudah diakses dan mudah dikontrol. Pilih yang anak diajari bagaimana punya pilihan untuk mengambil keputusan sendiri. Hindari lembaga pendidikan yg mendemonstrasikan kekuasaan penuh terhadap anak tanpa mempertimbangkan pendapat dan kemandirian berpikir anak.

Minggu, 16 Agustus 2015

SEMANGAT 45. Oleh: Ria Angin

Setiap menjelang peringatan hari kemerdekaan nasional tanggal 17 Agustus, setiap kantor pemerintah ataupun swasta memasang baliho yang berisi tulisan: “Dirgahayu kemerdekaan Indonesia”, “HUT Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 60 “ dan lain-lain. Selain itu, ada pula baliho yang menyertakan kata-kata: “.......dengan semangat empat lima, mari kita tingkatkan kinerja pegawai”. Kata-kata “dengan semangat empat lima” inilah yang menarik perhatian saya, selaku warga kota. Untuk siapa sebenarnya tulisan itu? Apa pula maksudnya? Bukankah pembaca baner ini sebagian besar warga kota yang tidak pernah hidup di tahun empat lima....jadi bagaimana warga kota memahami semangat empat lima ini. Kalau pun toh ada warga kota yang mengalami hidup di tahun itu, pasti mereka tidak mungkin membacanya karena sangat besar kemungkinan mereka sudah sangat “sepuh” sekali bahkan mungkin sudah ada yang tergolek sakit. Dengan usia selanjut itu, mereka tidak mungkin berada di jalan-jalan hanya untuk menikmati tulisan itu. Ada atau tidak ada tulisan, tidak ada pengaruhnya untuk mereka. Kalau begitu, tulisan dalam baner itu untuk siapa? Sudah tentu, para warga kota yang dipastikan tidak pernah mengalami jaman heroik di tahun 1945. Sayapun sedikit mengamati warga kota yang melintasi kantor yang memasang baner dengan tulisan “semangat empat lima”. Lalu datanglah seorang perempuan pedagang belanja yang biasa mangkal di depan kantor tersebut. Ketika sedang manata dagangannya, sayapun bertanya kepadanya:” Mak,....pean ngerte apa artenya semangat empak lema koyo ndek tolisan neka” Si emak pedagang belanja itu senyum-senyum:.”tak ngartelah, tak bisa baca.nduk”. Waduh, Tapi iki penting mak..... Si emak berkata lagi:”lek emak sing penting dagangan laris nduk.....mau tujuh belasan mau lainne Mak e sak karep. Kata saya selanjutnya, “lho kok sak karep.....,” tanya saya sambil memilih-milih sayuran. “Lha mak e tak ngerti....empak lema....mak e belum lair...yok opo nduk...jare wong tuwo-tuwo jaman empak lema...jaman soro... ....jaman perang ....lha saiki wis gak onok perang lha po kok wong di kon perang maneh.......” Saya manggut-manggut mendengarkan logika berfikirnya. Tahun 1945 bangsa kita mengusir penjajah dari bangsa lain untuk merdeka. Saat ini dengan semangat 45 kita mengusir penjajah yang bernama korupsi, kekerasan terhadap perempuan dan anak, pelanggaran ham, penistaan atas nama suku dan agama/ keyakinan, kecurangan2 atas nama uang dan golongan, yang dilakukan oleh saudara bangsa kita sendiri bahkan oleh kita sendiri. Sudahkah diri kita sendiri merdeka? Dengan semangat 45 ayo kita berjuang untuk kemerdekaan kehidupan bangsa kita yang lebih bermartabat. Merdeka!!!

APAKAH MERDEKA ITU MUDAH? Oleh: Siti Mahdiatul Umroh

Apa makna kemerdekaan Negara kita tercinta Republik Indonesia bagi kita semua? Semua orang pasti akan mempunyai pendapat sendiri-sendiri mengenai makna kemerdekaaan. Kemerdekaan negara kita tidak diperoleh dengan mudah, para pahlawan kita berjuang dengan tekat dan semangat juang yang kuat. Kemerdekaan Negara RI didapatkan ketika zaman kependudukan Jepang tahun 1942-1945. Pada tanggal 6 Agustus 1945 tentara sekutu menjatuhkan bom di kota Hiroshima dan pada tanggal 9 Agustus 1945 menjatuhkan bom lagi yang kedua di kota Nagasaki. Dengan adanya peristiwa tersebut rasa nasionalisme tentara Jepang mulai menurun, dan hal tersebut di jadikan peluang oleh bangsa Indonesia untuk memerdekakan diri. Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat dari Sekutu. oleh karena itu para pemuda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Dalam waktu tiga hari Pahlawan-pahlawan Indonesia mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan diri sebagai bangsa yang merdeka. Kemerdekaan yang dirintis oleh Pahlawan-pahlawan kita tidaklah mudah, para pahlawan kita mengerahkan segala kemampuanya untuk Kemerdekaan Negara Kita. Pada saat ini kita bisa menikmati kemerdekaan yang diperjuangkan oleh Para Pahlawan kita. Menikmati kemerdekaan dapat dilakukan dengan malakukan hal-hal yang positif. Semua orang bebas melakukan hal-hal yang dikendaki asal tidak melanggar hukum. Kebebasan itu juga didapatkan oleh perempuan. Yang mana sebelum kemerdekaan hak-hak perempuan bayak dirampas ataupun dilanggar. akan tetapi setelah adanya pejuang-pejuang perempuan seperti RA Kartini, Martha Cristina Tiahahu, Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia dan lain-lain, perempuan sudah mulai mendapatkan hak-haknya baik dalam Ekonomi, Politik, Hukum dan lain-lain. Pada saat ini Para perempuan bisa bebas memilih pekerjaan, pendidikan, menyalurkan hobi dan melakukan hal-hal yang disukainya. Di bidang ekonomi perempuan bisa menentukan pekerjaan pekerjaan yang mereka sukai sesuai dengan kemampuanya. Seperti misal Ibu Mentri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Beliau adalah salah satu contoh perempuan hebat yang dipunyai Indonesia. Dengan adanya gambaran tersebut, kita sebagai perempuan harus selalu bersemangat dan berupaya untuk bisa melakukan apapun hal-hal positif yang kita sukai. Dengan usaha dan kemauan yang keras serta terus bergandeng tangan saling menguatkan sesama perempuan, pasti hal-hal positif tersebut akan tercapai.

PANCASILA (Dasar Negara yang Terlupakan dan Belum Diketahui Maknanya). Oleh: Ifana Ro’aeta

Dalam hitungan hari Indonesiaku akan genap berusia 70 tahun, usia yang bisa dibilang cukup dewasa untuk sebuah bangsa dan cukup tua untuk ukuran manusia. Berbagai macam rangkaian acara perayaan hari kemerdekaan pun telah disiapkan, atau bahkan sudah mulai berlangsung di seluruh pelosok Nusantara. Di desa kami hari kemerdekaan biasa dirayakan dengan berbagai macam lomba untuk anak-anak, lomba balap karung, makan kerupuk, keseimbangan, tarik tambang, dll. Lomba Voli dan sepak bola untuk remaja dan dewasa dan puncak acara sering kali ditutup dengan konser dangdut tingkat kampung. Semua orang bahagia meski para orangtua harus menyiapkan dana tambahan, para musisi, penjual makanan dan mainan serta para perias bisa meraih penghasilan berlipat-lipat di moment ini. Namun terlepas dari riuhnya hingar bingar perayaan hari kemerdekaan di segala penjuru, sejenak saya mencoba merenung tentang Indonesia. Indonesia adalah sebuah Negara yang memiliki 5 sila dasar negara yang kita kenal dengan PANCASILA. 5 sila sakti yang menjadi dasar Negara, 5 sila yang sudah selayaknya tertanam kuat dalam diri setiap warga Negara Indonesia. Masih begitu segar dalam ingatan. Sejak di TK saya sudah mulai diajarkan Pancasila oleh guru TK kami, hampir setiap hari beliau mengajak murid-muridnya mengumandangkan pancasila bersama-sama hingga tanpa sadar kamipun hafal Pancasila diluar kepala, meskipun tidak memahami maknanya. Hampir setiap hari mengumandangkan pancasila dengan penuh kebahagiaan dan teriakan antusias. Kemudian di tingkat sekolah dasar Pancasila menjadi salah satu hiasan yang ditempel di dinding kelas agar kami bisa melihat atau membacanya setiap saat kami mau, atau ketika tanpa sengaja tatapan mata kami mendarat di sana. Ditingkat ini kami belajar mulai dari menulis pancasila dan ke 5 silanya di buku catatan, belajar membacanya hingga tahu pancasila adalah dasar Negara Indonesia, meski tetap belum memahami makna setiap silanya. Di tingkat pendidikan selanjutnya saya tidak lagi ingat pernah belajar pancasila atau tidak. Mungkin para pendidik PMP, PPKN atau pendidikan kewarganegaraan pernah menyampaikan tentang pancasila dan maknanya ketika saya sedang tidak ingin fokus dengan pelajaran di kelas yang membosankan, sedang menggantuk,sedang memiliki persoalan remaja tingkat tinggi atau karena memang para pendidik lupa untuk menyampaikan makna pancasila. Dan kondisi tersebut diperparah dengan tidak adanya minat membaca buku pelajaran. Bertahun-tahun kemudian di sebuah acara debat calon legislative perempuan pileg 2009 Kab. Jember yang berasal dari beberapa parpol, dan kebetulan diselenggarakan ditempat umum, tepatnya di GOLDEN MARKET salah satu pusat perbelanjaan di Jember. Awalnya acara berlangsung cukup baik, hingga ada salah seorang pelajar yang mengajukan pertanyaan tentang pancasila, pelajar tersebut meminta salah satu calon menyebutkan sila-sila dalam pancasila dan menerangkan maknanya menurut pandangan sang caleg. pertanyaan tersebut mampu membuat terkejut audien, dan membuat panik sang caleg karena ternyata beliau tidak hafal, lupa pancasila. Hal tersebut terlihat jelas saat sang caleg berusaha menjawab pertanyaan itu. Sebuah tamparan telak bagi kami semua, seorang caleg yang telah dipilih dan diajukan sebuah parpol untuk mewakili kita dalam mengambil keputusan-keputusan penting tidak hafal pancasila, yang menjadi dasar Negara. Bagaikan sebuah rumah mewah tanpa pondasi. Sejenak saya merasa lebih baik dari sang caleg karena masih tetap hafal pancasila di luar kepala berkat guru TK, dan dan sanggat berterima kasih kepada beliau untuk itu. Meski saat itu saya sendiri juga belum benar-benar memahami makna pancasila. Rasa penasaran tentang pancasila mulai muncul dalam diri, mencoba mengkomunikasikan rasa itu dengan teman-teman kuliah yang berasal dari berbagai latar belakang profesi, mulai dari aparatur negara, karyawan di perusahaaan swasta, guru, sales, dan shop keeper. Hasilnya 50% tidak hafal/lupa-lupa ingat pancasila, 50% tidak memahami makna pancasila dan hanya berusaha memaknai pancasila disaat pertanyaan pertanyaan tersebut dilontarkan. Sejak saat itu saya mencoba meluangkan sedikit waktu untuk belajar memahami makna pancasila, dan inilah yang yang saya dapat : PANCASILA 1. Ketuhanan Yang Maha Esa WNI hendaknya bertuhan atau berkeyakinan, tanpa menyebut tuhan dari agama kepercayaan tertentu, berarti semua agama di mata Negara sama, dan Negara tidak memihak pada agama tertentu 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab Indonesia memperlakukan warga negaranya dan warga dunia dengan baik dan penuh keadilan. Dengan sila ini Indonesia tidak diperkenankan menjajah warga negaranya ataupun Negara lain. 3. Persatuan Indonesia Sebagai WNI kita harus mengedapankan persatuan bangsa, jangan sampai terpecah belah karena kepetingan kelompok tertentu. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permussyawaratan perwakilan Indonesia adalah Negara yang dalam setiap keputusan-keputusan pentingnya harus diambil secara bijak dalam musyawarah wakil rakyat atau para aparat yang membantu Rakyat Indonesia menjalankan Negara. 5. Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia Negara memperlakukan seluruh warga negaranya dengan adil dan mendapat akses yang sama dalam pendidikan, ekonomi dan politik Itulah makna pancasila yang dapat saya pahami. Dan jika pancasila beserta maknanya tertanam dengan benar dalam setiap diri WNI,maka isu-isu agama tidak akan pernah menjadi isu primadona yang dipilih dan digulirkan oleh kelompok tertentu untuk memecah kesatuan bangsa, atau untuk mengalihkan isu besar yang lain, dan kalaupun sempat digulirkan hanya akan berhenti sampai pada tataran wacana yang kemudian dikritisi dengan pikiran terbuka dan secara logis, tidak dengan cinta/keyakinan yang membabi buta. Dan setiap WNI juga akan selalu diperlakukan dengan baik dan adil oleh WNI yang lain maupun oleh wakil rakyat dan aparatur Negara dimana kesatuan bangsa dan kepentingan rakyat selalu dinomersatukan. Maka kasus Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme juga tidak akan pernnah ada dinegeri ini. Dan Indonesia akan menjadi jauh lebih baik. Semoga diulang tahun Indonesia yang ke 70 semakin banyak warga Negara Indonesia yang memahami dasar negaranya, dan pancasila beserta maknanya dapat tertanam dengan kokoh dan subur dalam diri WNI.

70 TAHUN PEREMPUAN INDONESIA MERDEKA

70 tahun Indonesia merdeka, bagaimana perempuan memaknai kemerdekaan dalam hidupnya? Apakah kemerdekaan bangsa Indonesia tujuh dasawarsa otomatis mengantarkan kemerdekaan bagi mereka? Beberapa perempuan mengungkapkan pemikirannya sbb Kemerdekaan bagi perempuan Indonesia adalah ketika semua perempuan: •Bisa menentukan sendiri apa yang dilakukan dan tidak dilakukan dalam hidupnya dengan bebas dan gembira •Mampu melakukan hal-hal positif dan tidak bergantung pada orang lain •Bebas menentukan masa depanya sendiri dengan tanggung jawab •Hidup tanpa rasa takut •Keluar dari kemiskinan dan budaya patriarki •Menjadi pemimpin bagi hidupnya •Bisa dihargai dipahami dan disayangi. Diperlakukan sesuai dengan haknya tanpa mengubah jati dirinya. Perempuan tidak diperlakukan seperti boneka, tidak dipaksa berubah sesuai kehendak orang lain •Berani jujur, berani berpikir dan bertindak positif, berani tersenyum. Kami Serukan kepada seluruh kaum perempuan Indonesia “Ayo kita bersatu membangun kesadaran melawan penindasan untuk kemandirian dan kebebasan berpikir dan berkehendak”. Merdeka!!! Selamat merayakan hari kemerdekaan bangsa Indonesia yang ke 70. Selamat memperjuangkan kemerdekaan kaum perempuan.

Rabu, 25 November 2009

Perempuan Dijadikan Sasaran Empuk Kekerasan

Mempengaruhi publik baik cara berpikir maupun perilaku adalah sesuatu yang tidak mudah. Meski perubahan yang akan dilakukan adalah sesuatu yang dalam beberapa tahun tarakhir ini terus didengungkan dan dilakukan sosialisasi secara besar – besaran, apalagi jika yang diangkat adalah isu yang meskipun sudah familiar tapi masih dianggap tidak wajar oleh masyarakat luas seperti tentang Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Kekerasan terhadap perempuan di
definisikan sebagai peristiwa yang berulang dengan perubahan bentuk
atau pelaku namun korbannya tetap perempuan.

Ketidakpahaman atau ketidakmampuan masyarakat untuk memahami mengenai pentingnya Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyebabkan sampai saat ini banyak perempuan diberbagai belahan dunia mengalami kekerasan, tidak terkecuali di Indonesia. Banyak perempuan yang menjadi korban KTP (Kekerasan Terhadap Perempuan). Dan kecenderungan jumlahnya yang terus meningkat dari waktu kewaktu menjadi bukti bahwa praktek kekerasan terhadap perempuan terus berlanjut. Dalam Jurnal GPP edisi Juli 2009 “ Hapuskan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak”, disebutkan bahwa sepanjang Januari hingga juli 2009 setidaknya sudah terjadi 40 kasus perkosaan dikabupaten Jember. Erma Susanti, koordinator Samitra Abhaya – kelompok perempuan pro demokrasi, di Surabaya, kamis 27/11/2008 menyatakan bahwa selama Januari – Oktober 2008 terjadi 217 kasus pemerkosaan di Jawa timur (http://www.vhrmedia.com, diakses 9 Juli 2009). Itu hanya jumlah yang dilihat dari kasus kekerasan seksual berupa perkosaan, belum lagi ditambah kasus – kasus pencabulan dan pelecehan seksual, dan bentuk – bentuk kekerasan lain yang biasa terjadi pada perempuan selain kekerasan seksual yakni kekerasan fisik dan juga psikis. Kita tahu bahwa kasus kekerasan Terhadap Perempuan khususnya kasus Domestik atau KDRT selalu diibaratkan seperti gunung es, dimana yang terdata atau yang terlihat hanya sebagian kecil atau ujungnya saja dan kasus kekerasan yang terjadi sesungguhnya jumlahnya jauh lebih besar.

Hal tersebut terjadi karena banyak faktor, salah satunya adalah karena budaya yang mengangap hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar/lumrah dan jika sampai tersiar keluar maka akan dianggap sebagai aib keluarga, konyolnya lagi hal itu dianggap sebagai aib perempuan yang menjadi korban. Karena yang menjadi sorotan untuk dikritisi adalah korban bukan pelaku kekarasan, hingga counter masyarakat semuanya tertuju pada perempuan. Merupakan hal biasa jika terjadi terjadi kasus pemeerkosaan atau pelecehan seksual, maka yang dianggap memancing terjadinya perkosaan adalah perempuan, seolah – olah perempuan pantas diperkosa, tidak sepenuhnya menyalahkan laki – laki yang melakukan perbuatan yang tidak seharusnya.

Pemetaan perempuan yang rawan menjadi korban kekerasan yang berhubungan dengan lingkungan

Hasil pemetaan kekerasan terhadap perempuan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pemetaan ini dilakukan oleh lembaga-lembaga yang aktif dalam isu lingkungan seperti Bina Desa, WALHI, RMI (Rimbawan Muda Indonesia), LBH Semarang, Institut Dayakologi Indonesia, KPS2K Surabaya. Ada 8 kelompok kajian yang masuk dalam pemetaan yaitu: perempuan tani di Desa Ketajek-Jember-Jawa Timur; perempuan nelayan di Desa Pantai Cermin Kanan-Serdang Bedagai-Sumatera Utara; perempuan buruh perkebunan, PT Pagilaran-Semarang-Jawa Tengah; Perempuan Adat Kasepuhan, Lebak-Banten; Perempuan Penggerak Perlawanan terhadap Tambang, Molo-NTT; Perempuan Sawit, di Dusun Sanjan Emberas,-Sanggau- Kalimantan Barat; Perempuan korban bencana Lapindo, Sidoarjo-Jawa Timur dan Perempuan Kampung Kota di sekitar pinggir sungai Ciliwung, Kwitang Jakarta Pusat.

  • Di Jember, sendiri kekerasan terhadap perempuan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam dimulai ketika ada konflik tanah antara masyarakat dan perkebunan dan membuat hancur ketahanan pangan petani”. Tambang Mangan di silo Sanen juga berpotensi besar untuk terjadinya kekerasan terhadap perempuan – perempuan disana. Karena sejauh ini perempuan tidak pernah dilibatkan dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan hal ini tentunya sangat merugikan bagi diri perempuan, karena perempuan mempunyai kebutuhan dan kepentingan spesifik yang berbeda. Akibatnya dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sering kali mengabaikan kepentingan perempuan, padahal dalam konfilk sumber daya alam perempuan menjadi pihak yang paling rentan mengalami kekerasan.

Ada lima temuan bentuk kekerasan dari hasil identifikasi

1. Perempuan dianggap sebagai properti. Kondisi ini menempatkan perempuan tidak dalam posisi yang penuh untuk mengambil keputusan terhadap dirinya sendiri. Contohnya pada Perempuan Adat Kasepuhan yang menikah berkali-kali, tanpa surat resmi dan dinikahkan pada usia muda (12-16 tahun) ;

2. Perempuan sebagai alat pelanggeng reproduksi sosial, ketika perempuan keluar rumah untuk bekerja (seperti di temui di Perempuan adat dan petani), sebagian besar pendapatannya justru dipersembahkan untuk memenuhi kehidupan keluarganya. Meskipun perempuan ini memberikan berkontribusi yang signifikan tetapi mereka jauh dari akses, kontrol dan kedaulatan terhadap komunitasnya,

3. Pengabaian perempuan berbasis kelas. Di dalam sebuah masyarakat, perempuan sendiri terbagi dalam sebuah kelas sosial. Dalam setiap pengambilan keputusan baik di tingkat komunitas, keluarga maupun keputusan terhadap dirinya sendiri tidak pernah menjangkau perempuan-terutama perempuan dari kelompok sosial paling rendah

4. keempat, Intervensi Pasar atau kapital. Sebagai contoh Intervensi pasar mengubah cara pandang perempuan pada tubuhnya sendiri. Di kampung-kampung para perempuan yang telah susah payah mencari uang di kota, justru hasil jerih lelahnya ia pakai untuk membeli krim pemutih karena dalam pandangan perempuan kulit putih itu punya kelas sosial yang lebih tinggi,

5. Mengecilkan peran perempuan sebagai penjaga pangan atau kedaulatan pangan. Peran perempuan menjaga ketahanan pangan tidak hanya bagi dirinya tapi juga untuk keluarganya dianggap hal yang remeh dan tidak mendapat penghargaan yang layak. Hal tersebut jelas terlihat di perempuan tani, adat dan nelayan.

Kekerasan terhadap perempuan melalui kebijakan pemerintah

Peraturan pemerintah yang mengharuskan semua perempuan berjilbab dan tidak diperbolehkan keluar malam?. Disini telah terjadi politisasi di mana permainan politik akan terjadi ketika isu yang sebenarnya tidak tergarap. Soal Perda Kota Tangerang misalnya, sesungguhnya persoalannya adalah kemiskinan. Tapi kebijakan-kebijakan yang sifatnya populis, yang lebih menarik perhatian massa, yang lebih cepat diterima oleh umat tampaknya adalah persoalan yang terkait dengan moral.Sehingga segala sesuatunya dikembalikan pada upaya perbaikan moral saja. Lalu perempuan dipaksa mengenakan jilbab, dilarang keluar malam. Usaha pengalihan isu lagi –lagi perempuan dijadikan korban disini, seolah lupa bahwa itu adalah persoalan pelanggaran hak asasi. Kalau masalahnya moral, harusnya laki-laki dan perempuan sama hak dan kewajibannya. Bukan perempuan saja yang harus dipaksa untuk mengatur diri, namun orang lain (lelaki) juga harus mengontrol diri.

pemiskinan yang berkelanjutan. Tampaknya tidak ada upaya-upaya serius untuk menangani persoalan tersebut. Padahal sekali lagi, ketika bicara soal kemiskinan, perempuan adalah kelompok yang paling rentan terkena dampaknya. Sebab diam-diam selama ini perempuanlah penjaga gawang perekonomian keluarga. Dalam berbagai persoalan rumah tangga, perempuan yang diminta menyelesaikan segalanya. Cukup tidak cukup, harus cukup.

  • Dalam hal kesehatan, perempuan juga memiliki kebutuhan khusus mengenai kesehatan reproduksi dan dan kewajiban untuk membuat anggaran khusus mengenai kesehatan reproduksi perempuan menjasi tanggung jawab sepenuhnya pemerintah dan harus didukung oleh seluruh elemen dan masyarakat. Kebutuhan spesifik itu terkait dengan fungsi-fungsi reproduksi, kesehatan reproduksi, dan hal-hal yang selama ini dipandang bias oleh masyarakat. Mengapa ada, karena perempuan memiliki kodrat tertentu yang tidak dimiliki oleh manusia lain (laki-laki). Misalnya perempuan harus menstruasi, mengandung, dan melahirkan. AKI di Indonesia jauh lebih tinggi dari perkiraan Population Reference Bureau. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1994 mencatat bahwa dalam kurun waktu 3 tahun sebelum survey, diperkirakan sebanyak 390 ibu meninggal dari 100.000 kelahiran hidup. Angka ini terus bergerak turun pada 1997 dan 2002-2003 menjadi 334 dan 307 per 100.000 kelahiran hidup. Dengan kata lain, ada 2 ibu meninggal setiap jam akibat proses melahirkan pada 2002-2003 . k enyataan tersebut menunjukkan bahwa kurang adanya perhatian pemerintah dalam hal kesehatan reproduksi perempuan yang sebenarnya merupakan tanggung pemerintah.

Ustad Pondok Pesantren Jelbuk menganiaya Istrinya

Sebagai contoh kasus pada tanggal 24 November 2009 di Radar Jember diberitakan sebuah kasus p nenganiayaan yang dilakukan seorang suami yang berstatus sebagai ustad di salah satu Pondok Pesantren di Jelbuk terhadap isterinya karena sisuami ingin menikah lagi dan isterinya menolak. Saat isteri melapor pada kepolisian pihak kepolisian mengarahkannya ke P3A dengan alasan kasus tersebut lebih cocok ditanggani oleh P3A, akan tetapi P3A sendiri tidak berani menanggani kasus tersebut karena Jelbuk merupakan daerah perbatasan. Itu satu bukti bahwa pemerintah tidak serius dalam menangani kasus – kasus kekerasan terhadap perempuan dimana aparaturnya juga tidak memiliki kepekaan terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan.

Rekomendasi

1. Implementasi UU KDRT, dan UU yang mengatur mengenai tindak pidana perkosaan lebih dimaksimalkan

2. Pemerintah bersama aparatur negara dan para penegak hukum hendaknya lebih peka terhadap hak – hak perempuan

3. Pemerintah hendaknya melakukan pencegahan dan meminimalisir Kekerasan Terhadap Perempuan melalui kebijakan – kebijakan yang dibuat

4. Masyarakat secara luas hendaknya memahami hak – hak perempuan, mendukung terpenuhiny hak – hak perempuan dan secara bersama – sama melakukan pencegahan terjadinya kekerasan terhadap perempuan

TRAGEDI MUNTIK?

Oleh : Dra. Ria Angin, MSi.(staf Pengajar Fisip UNMUH Jember)

Sekedar mengingatkan bahwa tepat beberapa hari menjelang peringatan hari perempuan sedunia, keluarga Muntik juga sedang menyelenggarakan selamatan empat puluh hari meninggalnya Muntik.

Ironis, hingga sejauh ini masalah Muntik belum ada kejelasan Hampir tidak ada upaya yang cukup berarti dari pemerintah dalam mengungkap kasus Muntik. Muntik memang bukan siapa-siapa. Dia adalah perempuan biasa yang kebetulan berusaha memenuhi kebutuhannya dengan bekerja di luar negeri lewat jalur legal (meskipun ada aparat yang menyatakan ilegal), dan mengalami kematian pada saat bekerja.

Mungkin sebagian kita, beranggapan bahwa apa yang dialami oleh Muntik adalah resiko yang harus dialami. Tetapi bukankah UUD 1945 mengamanatkan pada negara untuk memberikan perlindungan kepada setiap warga negara di manapun dia berada. Lebih-lebih Muntik ini adalah pahlawan devisa. Sehingga tidak terlindunginya seorang Muntik ketika bekerja hingga lambannya proses pengungkapan sebab kematiannya menjadi indikasi betapa lemahnya peran pemerintah dalam memberikan perlindungan bagi warga masyarakat.

Lalu apabila kita telaah lebih mendalam mengapa Muntik harus bekerja di luar negeri? Seandainya Muntik masih bisa menjawab, tentulah dia akan mengatakan bahwa:” ….jika di Jember ini ada pekerjaan yang lebih menjanjikan tentu saja saya akan memilih bekerja di Jember. Apalah dikata, tidak ada lapangan kerja yang cocok untuk saya.”.

Mungkin pemerintah daerah berkilah, bukankah sudah ada terobosan untuk meningkatkan perekonomian di pedesaan. Memang berdasarkan UU No. 13 Tahun 2003 pemerintah bersama-sama dengan masyarakat mendapat mandat untuk mengupayakan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Produknya antara lain, seperti: PPK (Program Pengembangan Kecamatan, dari Ditjen Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Depdagri), P2KP (Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan, dari Ditjen Ciptra Karya Departemen PU), Desa Prima (Perempuan Indonesia Maju Mandiri, dari Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan), UPPKS (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera dari BKKBN), UP2K (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga dari PKK), KUBe (Kelompok Usaha Bersama dari Departmen Sosial), PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dari Departemen Perikanan dan Kelautan), LKM Perkasa (Lembaga Keuangan Mikro Perempuan Keluarga Sehat dan Sejatera dari Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah), KBU (Kelompok Belajar Usaha dari Ditjen Pendidikan Luar Sekolah, Depdiknas), dan lain-lain. Pada 30 April 2007, Presiden meluncurkan program PNPM Mandiri, sebagai suatu gerakan nasional dalam menggerakkan keterlibatan semua unsur masyarakat dalam menanggulangi kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja, guna peningkatan kualitas hidup, kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. PNPM diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ke kecamatan untuk pembangunan pedesaan, dan kelurahan di perkotaan. Pendekatan yang dipergunakan yaitu untuk menciptakan dan meningkatkan kapasitas masyarakat dalam melaksanakan proses pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat, dengan didukung pemangku kepentingan lainnya. Dengan demikian, pelaku utama pembangunan adalah masyarakat sendiri, dan tidak hanya laki-laki tetapi juga perempuan. Salah satunya

secara khusus membahas dan memutuskan usulan khusus perempuan. Agar dapat membahas dan memutuskan usulan khusus bagi perempuan tersebut, upaya pemberdayaan perempuan di pedesaan menjadi sangat penting agar mereka mempunyai kemampuan untuk menganalisis, merumuskan dan memutuskan kebutuhan pembangunan desa bagi perempuan, serta mampu menyuarakan dan memperjuangkannya secara meyakinkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa dan di kecamatan. Kemampuan tersebut berguna tidak saja untuk PNPM Mandiri tetapi juga dalam rangka mengakses berbagai program pembangunan yang lain seperti revitalisasi Posyandu, Gerakan Sayang Ibu, Desa Siaga, pendidikan luar sekolah termasuk keaksaraan fungsional dan diklat kecakapan hidup, pembinaan usaha ekonomi dan koperasi perempuan, sanitasi dan lingkungan hidup, termasuk dalam rangka mengakses Program Nasional Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat, PANSIMAS (Water Supply and Sanitary for Low Income Communities, WSSLIC); Program Pemberdayaan Masyarakat untuk Pembangunan Desa, PMPD (Community Empowerment for Rural Development, CERD), Program Bank Dunia SPADA (Support for Poor and Disadvantage Areas Program), Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Daerah (P2MPD), dan lain-lain.

Tetapi berdasarkan pengamatan selama ini, meskipun dana sudah digelontorkan melalui berbagai program di atas pada kenyataannya pemberdayaan perempuan di pedesaan belum sepenuhnya mampu mengentaskan perempuan dari kemiskinan. Selama masalah kemiskinan ini belum bisa terentaskan kejadian – kejadian dan kekerasan serupa akan dialami oleh Muntik-Muntik lain. Sekali lagi, kematian Muntik adalah sebuah ironi. Ibarat makan tebu, habis manis sepah dibuang.

Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dan Peraturannya

Empat puluh sembilan tahun yang lalu di negara Republik Dominika, terjadi peristiwa tragis yang menimpa tiga perempuan bersaudara, Minerva, Maria Teresa, dan Patricia Mirabel. Peristiwa tersebut bermula pada tanggal 25 November 1960. Seusai menjenguk suami mereka yang dipenjara di bawah kekuasaan rezim tiran Jenderal Rafael Leonidas Trujillo, Minerva, Maria Teresa dan Patricia Mirabel diculik. Penculikan dilakukan oleh angota Polisi Rahasia yang mendapat perintah dari Jendral Trujillo. Penyiksaan dan perkosaan bergiliran dilakukan pada ketiganya sebelum mereka akhirnya dibunuh.

Mirabel bersaudara memang bukan perempuan biasa. Mereka adalah aktivis perlawanan bawah tanah (klandestin)yang menjadi kelompok oposan subversif rezim diktator militeristik Jenderal Trujillo. Sekalipun kerap merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan, ayah ketiga bersaudara itu, Don Enrique Mirabel dan suami mereka tetap gigih melakukan perlawanan. Para suami La Miraposa julukan pada tiga bersaudara perempuan yang berarti “sang kupu-kupu” dikenal sebagai aktivis bawah tanah dari Popular Franco Omes yang didirikan tahun1940. Bersama dengan suami mereka, La Miraposa menggalang organisasi kelas pekerja Dominika melalui Gereja-gereja.

Karena mereka mejadi pionir gerakan sosial dan politik ditengah-tengah rezim yang represif, pemerintah menganggap mereka sebagai duri dalam daging yang harus segera dicabut ( bila tidak akan menyebabkan infeksi kekuasaan). Terbunuhnya ketiga kupu-kupu Mirabel merupakan usaha mencabut duri yang justru memicu duka dan amarah masyarakat dan kelompok oposan. Perlawanan mereka pun semakin menggelora hingga pada akhirnya sang Tiran pun terbunuh pada tahun 1961 oleh serangan Pasukan Pembebasan Dominika.

Kongres Feminis Amerika Latin dan Kepulauan Karibia pada tahun 1981 mempopulerkan tanggal terbunuhnya La Miraposa sebagai Hari Internasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Akan tetapi, baru pada tahun 1991 Hari Internasional Anti – Kekerasan Terhadap Perempuan menjadi bagian dalam kalender Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Deklarasi Internasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan tahun 1993 menyebutkan bahwa : “ Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perbuatan yang diarahkan pada perempuan berdasarkan perbedaan jenis kelaminyang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman perbuatan tertentu, pemaksaan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di muka umum maupun dalam kehidupan pribadi”.

Bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan terdiri dari :

  1. KEKERASAN FISIK,yaitu tindakan yang diarahkan untuk menyerang dan melukai pada tubuh, seperti memukul, menusuk, membakar dan sebagainya.
  2. KEKERASAN PSIKIS, yaitu tindakan yang diarahkan untuk menyerang mental atas perasaan perempuan dengan tujuan menghina, menghukum, atau merendahkan martabatnya, seperti caci maki, penghinaan, pengabaian, penelantaran, pembatasan nafkah, poligami dan perampasan kemerdekaan.
  3. KEKERASAN SEKSUAL, yaitu tindakan yang secara khusus diarahkan untuk menyerang seksualitas perempuan, misalnya pelecehan seksual, perkosaan, perbudakan seksual dan penghamilan paksa.

Setelah berbicara apa itu kekerasan terhadap perempuan mari kita bicarakan peraturan yang melindungi korban kekerasan terhadap perempuan. Pada saat ini sudah ada beberapa peraturan yang mengatur kekerasan terhadap perempuan diantaranya :

  1. Undang-undang no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
  2. Undang-undang no. 7 tahun 1984 tentang Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
  3. Kitab Undang-undang Hukum Pidanaa+

Walaupun kita sudah memiliki peraturan yang berkaitan langsung terhadap perlindungan korban kekerasan terhadap perempuan akan tetapi peraturan tersebut masih belum memadai karena masih ada produk peraturan yang semestinya sudah dilakukan perubahan atau amandemen seperti contohnya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang sudah sangat tidak memadai karena hukuman yang diatur dalam KUHP bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan masih terlalu ringan sehingga efek jeranya masih kurang diarasakan, belum lagi undang-undang anti diskriminasi terhadap perempuan walaupun sudah berlaku kurang lebih 25 tahun akan tetapi konvensi tersebut masih belum bisa dirasakan sebagai peraturan perempuan yang terlindungi dari diskriminasi terhadap perempuan karena masih kurang tersosialisasi dan budaya partriarkhi yang masih sangat mengakar, begitu juga dengan undang-undang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga jika terjadi kekerasan seksual dalam rumah tangga masih dianggap biasa saja karena itu adalah urusan antara suami dan istri dan masih sulit dibuktikan.

Harapannya adalah agar anggota DPR segera menyelesaikan pekerjaan rumah yaitu perubahan terhadap kitab undang-undang hukum pidana, dan para penegak hukum harus memahami apa itu anti diskriminasi sehingga secara tidak langsung peraturan anti diskriminasi terhadap perempuan tersosialisasi.

Sumber data

  1. Semai Buletin KPI (Koalisi Perempuan Indonesia), Hak – hak Dasar Perempuan sudahkah terpenuhi, edisi XII/Desember 2005.
  2. Soka Handinah Katjasungkana, Kekerasan Terhadap Perempuan, serial publikasi KSP.

Rabu, 09 September 2009

MEDIA COVERAGE AGUSTUS 2009

Beritajatim.com/ 21 Agustus 2009

Pelantikan DPRD Jember Dikepung Massa

Reporter : Oryza A. Wirawan

Jember (beritajatim.com) - Pelantikan anggota DPRD Jember periode 2009-2014, Jumat (21/8/2009), diwarnai aksi unjuk rasa mahasiswa. Puluhan aktivis mahasiswa dari berbagai organisasi mengepung gedung DPRD setempat.

Para mahasiswa berasal dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Sejumlah perwakilan organisasi massa dari NU,
Gerakan Peduli Perempuan, Alam Hijau, dan beberapa organisasi lainnya ikut berkoalsi dalam Gerakan Rakyat Anti Tambang.

Aksi mahasiswa ini membuat petugas kepolisian bekerja ekstra keras. Dua kelompok aksi mahasiswa dipisah dengan pagar besi. Akibat pelantikan DPRD, Jalan Bengawan Solo ditutup total, dan arus lalu lintas dialihkan. [wir]


Duta Masyarakat/ 22 Agustus 2009

Tambang Silo, luka rakyat yang tak pernah kering

jurnalbesuki.com/ 21 Agustus 2009

Konsorsium LSM Bersatu “Tolak” Pembentukan Tim Independen TambanG


Persoalan tambang Silo, yang berada di Kecamatan Silo, Jember, seakan tak pernah ada habisnya untuk selalu didengungkan oleh mereka-mereka yang peduli lingkungan.

Polemik yang disinyalir akibat permainan para pe-nguasa dengan dalih pembentukan tim independen tambang ini semakin memicu kemarahan masyarakat. Tambang mangan Silo ibaratnya luka masyarakat yang semakin hari semakin mera-dang. Stimulan khusus untuk mengobati luka-luka itu hanyalah janji-janji semu yang tak pernah ditepati.

Bertepatan dengan berlang-sungnya prosesi pelantikan Anggota DPRD Kabupaten Jember masa bakti 2009-2014, koalisi anggota LSM dan ormas mahasiswa Jember yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Tambang (Garang), melakukan aksi penolakan tim independen tambang, kemarin.

Aksi dimulai dari kawasan double way Unej menuju ke kantor DPRD Jember.
Sepanjang perjalanan, aksi diramaikan oleh kelompok drumband dari SMK Sunan Ampel Sukorambi yang mengiringi orasi. Tak kalah seru, sekelompok ibu-ibu yang tergabung dalam GPP (Gerakan Peduli Perempuan) memakai kebaya dan membawa payung yang bertuliskan tentang penolakan tambang.

Aksi tersebut merupakan pernyataan sikap dari Garang berkaitan dengan terbentuknya Tim Independensi Tambang yang diprakarsai oleh Ketua DPRD Jember beserta Komisi B, Kepala Disperindag, Bupati Jember dan ESDM Kabupaten Jember yang disinyalir tidak memiliki dasar hukum dan tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Menurut Dainuri, perwakilan aksi dari HAMIM, tim independen yang terbentuk kali ini telah menetapkan alokasi anggaran sebesar Rp. 250 juta untuk suatu tujuan yang tidak memiliki landasan hukum. Hal tersebut membuat sebagian besar masyarakat, LSM lingkungan dan kalangan mahasiswa meradang. “Kita menuntut tim pengadilan, kejaksaan dan kepolisian untuk segera mengusut permasalahan tersebut” tegas Dainuri.

“Kita ada tim pengkaji yang menangani masalah Silo. Tim pengkajinya sendiri dari Unej, ahli geologi, dan ahli lingkungan hidup. Kalau masalah tambang, kita masih menunggu hasil kesepakatan dari tim pengkaji tersebut. Sesuai kesepakatan, jika nantinya tim pengkaji memutuskan Silo tidak bisa ditambang, maka konsekuensinya semua pihak harus menghentikan semua penambangan”, ungkap Hariyanto, Kepala Disperindag, yang ditemui usai prosesi pelantikan anggota dewan. (Zuhana)